Kerajaan Bercorak Islam di Indonesia
Masa sebelum kedatangan Islam
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan perdagangan dalam Jalan Sutera yang menjadikan satu antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di timur.
Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi.
Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu, karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.
Masyarakat ini disebut pula Jahiliyah atau dalam artian lain bodoh.
Bodoh disini bukan dalam intelegensianya namun dalam pemikiran moral.
Warga Quraisy terkenal dengan masyarakat yang suka berpuisi.
Mereka menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan disaat berkumpul di tempat-tempat ramai.
Masa Awal
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571 masehi).
Ia dilahirkan ditengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia masih berada di dalam kandungan.
Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia.
Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalib dan dilanjutkan oleh pamannya yaitu Abu Talib.
Muhammad kemudian menikah dengan seorang janda bernama Siti Khadijah dan menjalani kehidupan secara sederhana.
Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya.
Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, akhirnya ajaran Islam kemudian juga disampaikan secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.
Pada tahun 622 masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah.
Peristiwa ini disebut Hijrah, dan semenjak peristiwa itulah dasar permulaan perhitungan kalender Islam.
Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga semakin kuatlah umat Islam.
Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan.
Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi nabi Muhammad SAW pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan.
Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah.
Ketika Muhammad wafat, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam.
Khalifah Rasyidin
Khalifah Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang baik diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib.
Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi.
Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad.
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak.
Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.
Masa kekhalifahan selanjutnya
Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya.
Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah.
Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu.
Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung.
Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.
Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk
"kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia.
Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.
Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa.
Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I.
Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V.
Karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh mustafa kemal pasha atau kemal attaturk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.
Kepercayaan
Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"),
yaitu "Laa ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah".
Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Kaum Muslim percaya bahwa Allah mewahyukan al-Qur'an kepada Muhammad sebagai Khataman Nabiyyin (Penutup Para Nabi) dan menganggap bahwa al-Qur'an dan Sunnah (setiap perkataan dan perbuatan Muhammad) sebagai sumber fundamental Islam.
Mereka tidak menganggap Muhammad sebagai pengasas agama baru, melainkan sebagai pembaharu dari keimanan monoteistik dari Ibrahim, Musa, Isa, dan nabi lainnya.
Tradisi Islam menegaskan bahwa agama Yahudi dan Kristen telah membelokkan wahyu yang Tuhan berikan kepada nabi-nabi ini dengan mengubah teks atau memperkenalkan intepretasi palsu, ataupun kedua-duanya.
Umat Islam juga meyakini al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Muhammad.
melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (Al-Baqarah [2]:2).
Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan al-Qur'an hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk mengimani kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil dan suhuf para nabi-nabi yang lain) melalui nabi dan rasul terdahulu adalah benar adanya.
Umat Islam juga percaya bahwa selain al-Qur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh manusia.
Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Umat Islam juga meyakini bahwa agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Adam adalah agama tauhid, dengan demikian tentu saja Ibrahim juga menganut ketauhidan secara hanif (murni imannya) maka menjadikannya seorang muslim.
Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as.
Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
Hampir semua Muslim tergolong dalam salah satu dari dua mazhab terbesar, Sunni (85%) dan Syiah (15%).
Perpecahan terjadi setelah abad ke-7 yang mengikut pada ketidaksetujuan atas kepemimpinan politik dan keagamaan dari komunitas Islam ketika itu.
Islam adalah agama pradominan sepanjang Timur Tengah, juga di sebagian besar Afrika dan Asia.
Komunitas besar juga ditemui di Cina, Semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia.
Terdapat juga sebagian besar komunitas imigran Muslim di bagian lain dunia, seperti Eropa Barat.
Sekitar 20% Muslim tinggal di negara-negara Arab, 30% di subbenua India dan 15.6% di Indonesia, negara Muslim terbesar berdasar populasi.
Negara dengan mayoritas pemeluk Islam Sunni adalah Indonesia, Arab Saudi, dan Pakistan sedangkan negara dengan mayoritas Islam Syi'ah adalah Iran dan Irak.
Doktrin antara Sunni dan Syi'ah berbeda pada masalah imamah (kepemimpinan) dan peletakan Ahlul Bait (keluarga keturunan Muhammad).
Namun secara umum, baik Sunni maupun Syi'ah percaya pada rukun Islam dan rukun iman walaupun dengan terminologi yang berbeda.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M,
kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifah. Dibawah kepemimpinan para
khalifah, agama Islam mulai disebarkan lebih luas lagi. Sampai abad ke-8 saja,
pengaruh Islam telah menyebar ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan
Spanyol. Kemudian pada masa dinasti Ummayah, pengaruh Islam mulai berkembang
hingga Nusantara.
Sejarah mencatat, kepulauan-kepulauan Nusantara merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Hal tersebut membuat banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia datang ke Nusantara untuk membeli rempah-rempah yang akan dijual kembali ke daerah asal mereka. Termasuk para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Selain berdagang, para pedagang muslim tersebut juga berdakwah untuk mengenalkan agama Islam kepada penduduk lokal.
Sejarah mencatat, kepulauan-kepulauan Nusantara merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Hal tersebut membuat banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia datang ke Nusantara untuk membeli rempah-rempah yang akan dijual kembali ke daerah asal mereka. Termasuk para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Selain berdagang, para pedagang muslim tersebut juga berdakwah untuk mengenalkan agama Islam kepada penduduk lokal.
Peta jalur perdagangan kuno yang melalui Indonesia
Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck
Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad
ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Kambay (Gujarat), India.
Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein
Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para
pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara
kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul
untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan
dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia
langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori
ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7
sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
Sebuah batu nisan berhuruf Arab milik seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maemun yang ditemukan di Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 juga menjadi bukti bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad ke-13.
Proses Masuknya Islam di Indonesia
Proses masuknya islam ke Indonesia dilakukan secara damai dengan cara menyesuaikan diri dengan adat istiadat penduduk lokal yang telah lebih dulu ada. Ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat, tidak membeda-bedakan si miskin dan si kaya, si kuat dan si lemah, rakyat kecil dan penguasa, tidak adanya sistem kasta dan menganggap semua orang sama kedudukannya dihadapan Allah telah membuat agama Islam perlahan-lahan mulai memeluk agama Islam.
Proses masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut.
Melalui Cara Perdagangan
Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di Indonesia sangat padat karena dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Pada perkembangan selanjutnya, para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan mendirikan perkampungan islam di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang mengundang para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaligh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.
Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di Indonesia sangat padat karena dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Pada perkembangan selanjutnya, para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan mendirikan perkampungan islam di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang mengundang para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaligh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.
Melalui Perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.
Melalui Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.
Penyebaran
Islam di Nusantara adalah proses
menyebarnya agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Islam dibawa ke
Nusantara oleh pedagang dari Gujarat, India selama abad ke-11, meskipun Muslim telah mendatangi Nusantara sebelumnya.[butuh rujukan] Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui jumlah penganut Hindu dan Buddhisme sebagai agama dominan bangsa Jawa dan Sumatra. Balimempertahankan mayoritas Hindu, sedangkan
pulau-pulau timur sebagian besar tetap menganut animisme sampai abad 17 dan 18 ketika agama Kristen menjadi dominan di daerah tersebut.
Penyebaran
Islam di Nusantara pada awalnya didorong oleh meningkatnya jaringan perdagangan di luar kepulauan Nusantara. Pedagang dan bangsawan dari
kerajaan besar Nusantara biasanya adalah yang pertama mengadopsi Islam.
Kerajaan yang dominan, termasukKesultanan Mataram (di Jawa Tengah sekarang), dan Kesultanan Ternate dan Tidore di Kepulauan Maluku di timur. Pada akhir abad ke-13, Islam telah berdiri di Sumatera Utara, abad ke-14 di timur
laut Malaya, Brunei, Filipina selatan, di antara beberapa abdi kerajaan di Jawa Timur, abad ke-15 di Malaka dan wilayah lain dari Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia). Meskipun diketahui
bahwa penyebaran Islam dimulai di sisi barat Nusantara, kepingan-kepingan bukti
yang ditemukan tidak menunjukkan gelombang konversi bertahap di sekitar setiap
daerah Nusantara, melainkan bahwa proses konversi ini rumit dan lambat.
Meskipun
menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia,
bukti sejarah babak ini terkeping-keping dan umumnya tidak informatif sehingga
pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat terbatas. Ada perdebatan
di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi
masyarakat Nusantara kala itu.[1]:3 Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi
ini, adalah batu nisan dan beberapa kesaksian peziarah, tetapi bukti ini hanya dapat
menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat tertentu pada waktu
tertentu. Bukti ini tidak bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit seperti
bagaimana gaya hidup dipengaruhi oleh agama baru ini, atau seberapa dalam Islam
mempengaruhi masyarakat. Dari bukti ini tidak bisa diasumsikan, bahwa karena penguasa
saat itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses Islamisasi daerah itu
telah lengkap dan mayoritas penduduknya telah memeluk Islam; namun proses
konversi ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan terus berlangsung di
Nusantara, bahkan tetap berlangsung sampai hari ini di Indonesia modern. Namun demikian, titik balik yang jelas terjadi adalah
ketika Kerajaan Hindu Majapahitdi Jawa dihancurkan oleh
Kerajaan Islam Demak. Pada 1527, pemimpin
perang Muslim Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa yang baru ditaklukkannya sebagai "Jayakarta" (berarti
"kota kemenangan") yang akhirnya seiring waktu menjadi "Jakarta". Asimilasi budayaNusantara menjadi Islam
kemudian meningkat dengan cepat setelah penaklukan ini.\
‘Penyebaran islam di tanah jawa’
I. Arti Walisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan
jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal
dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia.
Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa
Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah Majelis Dakwah yang pertama kali
didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808
Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik
Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro
(Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik
Isra’il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana
‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat 9
(sembilan) nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal,
yaitu:
* Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
* Sunan Ampel atau Raden Rahmat
* Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
* Sunan Drajat atau Raden Qasim
* Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq
* Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* Sunan Kalijaga atau Raden Said
* Sunan Muria atau Raden Umar Said
* Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah
* Sunan Ampel atau Raden Rahmat
* Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
* Sunan Drajat atau Raden Qasim
* Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq
* Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* Sunan Kalijaga atau Raden Said
* Sunan Muria atau Raden Umar Said
* Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu
masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk
manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan,
bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke
Kerajaan Islam di Indonesia
A. Kerajaan Islam di Indonesia
1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah
kerajaan Islam tertua di Indonesia yang berdiri pada tahun 840. Hal ini sesuai
dengan bukti sejarah yaitu naskah-naskah tua berbahasa Melayu, seperti
Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu
Sultan As Salathin, serta Silsilah sultan-sultan Perlak dan Pasai.
Raja pertama dari
kerajaan ini adalah Saiyid Abdul Aziz yang bergelar Sultan Alaidin Saiyid
Maulana Abdul Aziz Shah (840-964). Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa
pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat
(1225-1263). Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat
mengawinkan putrinya yang bernama Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan
Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja
Tumasik (Singapura) yakni Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad
Syah.
Raja terakhir Kerajaan
Perlak adalah Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat
(1263-1292). Setelah beliau wafat, Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan
Samudra Pasai oleh Muhammad Malikul Dhahir putra Sultan Malikul Saleh dengan
Putri Ganggang Sari.
Keberadaan
Kerajaan Perlak ini dibuktikan dengan adanya penemuan mata uangPerlak, yang terbuat dari emas (dirham), dari perak
(kupang) dan dari tembaga atau kuningan.
2. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai
didirikan abad ke-13 oleh Sultan Malik As Saleh yang terletak di sebelah utara
Perlak, Lhok Seumawe (sekarang pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan
Selat Malaka. Setelah Sultan Malik As Saleh wafat tahun 1297, beliau digantikan
putra-putranya, yaitu: Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) tahun
1297-1326; Sultan Ahmad (Sultan Malik al Zahir) tahun 1326-1348; Sultan Zainal
Abidin tahun 1348.
Bukti keberadaan
kerajaan ini yaitu adanya catatan Ibnu Battuta (Maroko) tahun 1345, yang
mencatat bahwa Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan dagang yang makmur.
Banyak pedagang dari Jawa, Cina, dan India yang datang ke sana. Hal ini
mengingat letak Samudera Pasai yang strategis di Selat Malaka. Mata uangnya
uang emas yang disebut deureuham (dirham).
3. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh semula
merupakan wilayah Kerajaan Pedir. Kerajaan Aceh berkembang setelah Kerajaan
Samudra Pasai mengalami kemunduran dan Malaka dikuasai oleh Portugis. Atas
usaha Sultan Ali Mughayat Syah, Aceh melepaskan diri dari Kerajaan Pedir.
Setelah berkuasa pusat pemerintahannya dipindah ke Kutaraja (Banda Aceh).
Raja-raja yang pernah
memerintah Kerajaan Aceh antara lain: Sultan Ali Mughayat Syah (1513-1528).
Kemudian diganti oleh Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568). Pada masa
pemerintahannya, pernah melakukan penyerangan terhadap Portugis. Kerajaan Aceh
mengalami kemajuan pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda, hidup ulama besar yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin As
Sumtrani, Nuruddin Ar Raniri, dan Abdurrauf. Keempat ulama ini sangat
berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa. Pada masa
pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda menciptakan buku Undang-undang Hukum
Mahkota Alam.
Setelah wafat, Sultan
Iskandar Muda digantikan Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Setelah Sultan
Iskandar Thani wafat, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan
karena tidak ada pemimpin yang mampu mengendalikan Aceh sepeninggal beliau.
Selain itu, banyak daerah yang dikuasai Aceh melepaskan diri dan terjadinya
pertikaian yang terus-menerus.
4. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan
kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan oleh Raden Patah atas
bantuan para wali. Raden Patah berkuasa pada tahun 1500-1518 yang bergelar
Sultan Alam Akhbar al Fatah. Raden Patah putra dari Raja Brawijaya V,raja Majapahit yang dalam beberapa sumber sejarah
disebutkan kemungkinan telah masuk Islam. Demak
cepat berkembang sebagai kerajaan besar karena letaknya yangstrategis (di
daerah pantai), sehingga mudah berhubungan dengan dunia luar. Selain itu, Demak
mempunyai beberapa pelabuhan
seperti Jepara, Tuban, dan Gresik.
Pada masa pemerintahan
Raden Patah tepatnya tahun 1513, Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis
di Malaka (ekspedisi militer I) di bawah pimpinanmenantunya seorang
keturunan Persia yang bernama Abdul Qadir bin Muhammad Yunus. Yang karena menjadi Adipati Jepara
diberi gelar Adipati bin Yunus kemudian masyarakat biasa memanggilnya Pati
Unus.
Raja yang memerintah
Kerajaan Demak setelah Raden Patah antara lain:
a. Pati Unus
Setelah wafat, Raden
Patah digantikan oleh Pati Unus, sesuai dengan wasiat yang
diberikan oleh Raden Patah. Pati Unus berkuasa menggantikan mertuanya hanya tiga tahun yaitu tahun 1518-1521,
karena ia meninggal dalam memimpin ekspedisi militer II untuk menyerang
Portugis, walaupun ia sudah diangkat menjadi sultan Demak. Pati Unus dikenal
sebagai Pangeran Sabrang Lor, karena jasanya yang melakukan penyerangan
terhadap Portugis di Malaka walau penyerangan tersebut mengalami kegagalan tetapi menimbulkan korban jiwa yang
sangat besar dari pihak Portugis. Setelah Pati Unus wafat, terjadi perebutan
kekuasaan antara Raden Kikin dan Pangeran Trenggana (keduanya putra dari Raden
Patah), yang berujung dengan dibunuhnya Raden Kikin oleh Raden Mukmin di
pinggir sungai sehingga beliau dijuluki Pangeran Sekar Sedo ing Lepen (Pati
Unus sebenarnya mempunyai 3 anak tetapi 2 diantaranya gugur dalam penyerangan
ke Malaka dan seorang lagi tidak kembali ke Demak, karena terjadi perebutan
tahta di Demak dan menjadi penasehat Kesultanan Banten).
b. Sultan Trenggana
Sultan Trenggana
berkuasa dari tahun 1521-1546. Pada masa pemerintahannya, ia memerintahkan
Panglima perangnya yang bernama Fatahillah guna mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa, Banten dan Cirebon pada tahun 1522. Atas prakarsa Fatahillah, nama
Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (Jakarta). Sultan Trenggana wafat pada
saat penyerangan ke Pasuruan pada tahun 1546.
Sepeninggalnya, di kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan lagi. Perselisihan itu timbul antara Arya Penangsang (putra Raden Kikin) dan sultan Demak, Raden Mukmin yang
bergelar Sunan Prawoto (putra
Sultan Trenggana). Perselisihan itu mengakibatkan Sunan Prawoto dibunuh oleh Rangkut
orang suruhan dari Arya
Penangsang (anak Pangeran Sekar Sedo ing Lepen). Setelah naik tahta,kembali
terjadi perebutan kekuasaan sehingga Arya
Penangsang meninggal dalam perang
dengan pasukan Jaka Tingkir, Adipati
Pajang, (menantu Sultan
Trenggana) pada tahun 1568. Jaka Tingkir menjadi raja tahun 1549-1587, yang
bergelar Sultan Hadiwijaya. Kemudian Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat
pemerintahan dari Demak ke Pajang.
5. Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir yang
bergelar Sultan Hadiwijaya setelah naik tahta tidak serta merta melupakan para
pembantunya yang telah berjasa dalam membantu mengalahkan Arya Penangsang.
Misalnya Ki Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (Yogyakarta), setelah
wafat kedudukannya digantikan anaknya yaitu Sutawijaya. Ki Penjawi dihadiahi
wilayah di daerah Pati. Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja dengan
daerah kekuasaan Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Panarukan.
Sultan Hadiwijaya wafat
pada tahun 1582, dan kedudukannya digantikan putranya yakni Pangeran Benawa.
Saat Pangeran Benawa berkuasa, putra Sunan Prawoto yakni Arya Pangiri melakukan
pemberontakan. Akan tetapi pemberontakan itu dapat dipadamkan Pangeran Benawa
dengan bantuan Sutawijaya. Saat berkuasa Pangeran Benawa tidak dapat
menggantikan kedudukan ayahnya dengan baik sebagai raja. Oleh karena itu
Pangeran Benawa menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang pada waktu itu
menjabat sebagai Adipati Mataram. Setelah menjabat sebagai raja, pada tahun
1586 Sutawijaya memindahkan Kerajaan Pajang ke Mataram.
6. Kerajaan Mataram Islam
Setelah Kerajaan Pajang
dipindah ke Mataram oleh Sutawijaya, maka Mataram menjadi kerajaan sendiri.
Sutawijaya menjadi raja tahun 1586-1601 yang bergelar Panembahan Senopati Ing
Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya banyak terjadi
pemberontakan, seperti pemberontakan Bupati Madiun, Ponorogo, Demak, Surabaya,
Kediri yang ingin memisahkan diri. Hal ini disebabkan Senopati telah mengangkat
dirinya sebagai Raja Mataram. Padahal, pengangkatan dan pengesahan sebagai raja
di wilayah Jawa biasanya dilakukan oleh wali.
Setelah Panembahan
Senopati wafat, kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu Mas Jolang
(1601-1613) yang bergelar Sultan Anyakrawati. Pada masa pemerintahannya terjadi
pemberontakan, seperti pemberontakan Pangeran Puger (Demak) tahun 1602-1605 dan
Pengeran Jayaraga (Ponorogo) tahun 1608. Sultan Anyakrawati wafat dalam
pertempuran di daerah Krapyak, sehingga sering dikenal dengan sebutan Pangeran
Sedo Ing Krapyak.
Kedudukan Mas Jolang
digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645) yang bergelar Sultan Agung Senopati
ing Alogo Ngabdurracham Kalifatullah. Pada masa pemerintahannya Mataram
mengalami zaman keemasan. Kemajuan dibidang sosial budaya yaitu: lahirnya
Undang-Undang Surya Alam, Penanggalan Jawa (perpaduan antara Tarikh Saka dan
Tarikh Hijriyah), dan beberapa buku karya sastra gending. Sultan Agung pernah
melakukan penyerang terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628 dan 1629, akan
tetapi penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Sultan Agung dalam menjalankan
sistem pemerintahannya membagi dalam:
1. Kutanegara, daerah pusat keraton.
Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih Lebet (Patih Dalam) yang dibantu
Wedana Lebet (Wedana Dalam).
2. Negara Agung, daerah sekitar
Kutanegara. Pelaksanaan pemerintahan dipegang Patih Jawi (Patih Luar) yang
dibantu Wedana Jawi (Wedana Luar).
3. Mancanegara, daerah di luar negara
Agung. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati.
4. Pesisir, daerah pesisir. Pelaksanaan
pemerintahan dipegang oleh para Bupati atau Syahbandar.
Setelah Sultan Agung
wafat kedudukannya digantikan Amangkurat I (1645-1677). Pada masa
pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dilakukan Trunojoyo dari Madura, hal
ini disebabkan Amangkurat I menjalin hubungan dengan Belanda. Dan pemberontakan
itu dapat dipadamkan karena bantuan Belanda.
Setelah Amangkurat I
wafat, kedudukannya digantikan Amangkurat II (1677-1703). Pada masa
pemerintahannya itu wilayah Mataram semakin sempit, karena diambil oleh
Belanda. Sehingga raja-raja yang berkuasa setelah Amangkurat II tidak mampu
menahan pengaruh Belanda yang semakin kuat. Pada tahun 1755, diadakan
Perjanjian Giyanti yang mengakibatkan Mataram terpecah menjadi dua yaitu:
1. Ngayogyakarta Hadiningrat yang
berpusat di Yogyakarta dengan Raja Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I.
2. Kesuhunan Surakarta yang berpusat di
Surakarta dengan Raja Susuhunan Pakubuwono III.
7. Kerajaan Cirebon
Dalam salah satu sumber
sejarah peletak dasar-dasar Kerajaan
Cirebon adalah Syarif
Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian setelah
beliau wafat kekuasaan Cirebon diserahkan kepada menantunya yang bernama
Fadhulah Khan (dalam aksen Portugis menjadi Faletehan) yang mana setelah
berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis diberi gelar Fatahillah yang
berarti Kemenangan Allah. Fatahillah
sebelumnya adalah abdi dari Kerajaan Demak. Beliau diberi tugas oleh Sultan Trenggana di Sunda Kelapa,
Banten dan Cirebon untuk mengusir Portugis dari wilayah
tersebut.
Tahun 1679, Cirebon
terpaksa dibagi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Waktu itu VOC sudah bercokol
kuat di Batavia. Dengan politik Devide at Impera, Kesultanan Kanoman di bagi
dua, yakni Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian kekuasaan
Cirebon terbagi menjadi 3, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan.
8. Kerajaan Banten
Semenjak menjadi
kerajaan merdeka yang terlepas dari Kerajaan Demak, Kerajaan Banten mengalami
kemajuan yang pesat begitu juga dengan agama Islam. Raja pertama Kerajaan
Banten yaitu Sultan Hasanuddin (1552-1570), putra tertua dari Fatahillah.
Adapun raja-raja yang
pernah memerintah Kerajaan Banten setelah Sultan Hasanudin yaitu Panembahan
Yusuf (1570-1580); Maulana Muhammad (1580-1596); Abu Mufakhir (1596-1640); Abu
Mu’ali Ahmad Rahmatullah (1640-1651); Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Kerajaan Banten mencapai
masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa
pemerintahannya, terjadi penyerangan terhadap VOC sebanyak tiga kali. Dengan
siasat Devide at Impera, Sultan Ageng Tirtayasa diadu domba dengan putranya
sendiri yaitu Sultan Haji. Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap dan
diasingkan hingga wafat. Penggantinya, Sultan Haji memiliki kedekatan yang
dekat dengan VOC, sehingga VOC dapat menguasai Banten.
9. Kerajaan Makassar
Kerajaan Makassar
merupakan kerajaan gabungan antara Kerajaan Gowa dan Tallo dengan ibukotanya di
Sombaopu. Raja Gowa, Daeng Manrabia menjadi Raja Makassar pertama yang bergelar
Sultan Alauddin, sementara Raja Tallo, Kraeng Mantoaya menjadi Perdana Menteri
yang bergelar Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin, agama
Islam masuk dan berkembang di Makassar. Pengganti Sultan Alauddin ialah Sultan
Muhammad Said (1639-1653). Kemudian Sultan Muhammad Said diganti putranya
bernama Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur.
Kerajaan Makassar
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kerajaan
Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka
inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar. Karena memiliki
pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk jalur perdagangan
Indonesia Timur, disusunlah Ade'Allapialing Bicarana Pabbalri'e, sebuah tata
hukum niaga dan perniagaan dari sebuah
naskah lontar yang ditulis oleh Amanna Gappa.
Karena ketakutan
Belanda, maka Belanda menyerang Kerajaan Makassar dengan bantuan Raja Bone
yaitu Aru Palaka. Dan akhirnya pada tahun 1667, Belanda dapat memaksa Sultan
Hasanuddin untuk menandatangani Perjanjian Bongaya. Isi dari Perjanjian Bongaya
yaitu: Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar; Belanda
mendirikan benteng pertahanan di Makassar; Makassar harus melepaskan daerah
kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar; Aru Palaka diakui sebagai Raja
Bone. Kemudian Sultan Hasanuddin diganti oleh Mapasomba. Tetapi Mapasomba
berkuasa tidak terlalu lama karena adanya pengaruh Belanda yang besar. Akhirnya
seluruh Sulawasi Selatan dapat dikuasai Belanda.
10. Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate
terletak di Maluku Utara dengan ibukota di Sampalu. Raja pertama Kerajaan
Ternate adalah Gapi Buta dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Zainal
Abidin yang berkuasa dari 1486-1500. Setelah wafat kedudukannya digantikan oleh
Sultan Marhum. Kerajaan Ternate dapat berkembang pesat karena hasil buminya
yang berupa rempah-rempah terutama cengkeh. Kerajaan Ternate mencapai kejayaan
pada masa pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) di mana kekuasaannya
mencapai Filipina.
11. Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak
di sebelah selatan Kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore dan Ternate semula hidup
rukun dan damai. Akan tetapi, ketika Portugis dan Spanyol mulai datang ke
Maluku, Ternate dan Tidore saling bermusuhan karena diadu domba oleh Portugis.
Namun akhirnya kedua kerajaan tersebut bersatu mengusir Portugis. Raja Tidore
yang terkenal adalah Sultan Nuku.
Ketika kerajaan Ternate
dan Tidore saling bermusuhan, muncul dua persekutuan dagang yakni Uli Lima
dipimpin oleh Ternate dengan anggota Ambon, Bacan, Obi, dan Seram. Dan Uli Siwa
dipimpin oleh Tidore dengan anggota Makean, Halmahera, Kai, dan pulau-pulau
lain hingga ke Papua bagian barat.
12. Kerajaan Banjar
Atas bantuan dari
Kerajaan Demak, Pangeran Tumenggung Samudra dapat menjadi Raja Banjar. Setelah
masuk Islam, Pangeran Tumenggung Samudra berganti nama menjadi Sultan
Suryanullah. Selain Sultan Suryanullah, tokoh yang berperan mengembangkan Islam
di wilayah ini diantaranya Datuk Ri Bandang, Tuan Tunggang Parangan, dan Aji di
Langgar. Kerajaan Banjar mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Pangeran
Antasari yang sangat anti terhadap penjajahan Belanda.
B. Peninggalan-peninggalan sejarah
bercorak Islam
1. Masjid
Beberapa hal yang
menarik dan menjadi corak khas bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Sebagian besar atap masjid beratap
tumpang (atap yang tersusun semakin ke atas semakin kecil, dan yang paling atas
berbentuk limas).
b. Letak masjid tepat di tengah-tengah
kota atau dekat dengan istana dan di kiri atau kanan masjid terdapat menara
sebagai tempat menyerukan panggilan salat (azan).
c. Di sekitar masjid (kecuali bagian
barat) biasanya terdapat tanah lapang (alun-alun).
Ada pun contoh peninggalan
masjid masa kerajaan Islam diantaranya adalah Masjid Kudus, Masjid Demak dan
Masjid Banten.
2. Keraton
Keraton merupakan tempat
raja beserta keluarganya tinggal. Keraton dibangun sebagai lambang pusat
kekuasaan pemerintahan. Bangunan keraton biasanya dikelilingi pagar tembok,
parit, atau sungai kecil buatan. Contoh Keraton Samudera Pasai, Banten,
Cirebon, dan Mataram.
Keraton dengan corak
Islam diantaranya Keraton Kesultanan Aceh, Demak, Kasepuhan dan Kanoman di
Cirebon, Banten, Yogyakarta, Surakarta, dan sebagainya.
3. Nisan
Nisan adalah tonggak
pendek yang ditanam di atas gundukan tanah yang berfungsi sebagai tanda makam
seseorang yang sudah meninggal dunia. Selain itu nisan juga berisi tentang
keterangan-keterangan atau identitas dan biodata seseorang yang dimakamkan di
tempat itu.
4. Karya sastra dari ulama
Peninggalan karya sastra
bercorak Islam di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu:
a. Hikayat, yaitu karya sastra berupa
cerita atau dongeng yang menceritakan tentang kehidupan manusia. Contoh:
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Jauhar Manikam, dan sebagainya.
b. Babad, yaitu cerita sejarah tetapi
banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak
masuk akal. Contoh: Babad Tanah Jawi, Babad Caruban, Babad Giyanti dan
sebagainya.
c. Syair, yaitu puisi lama yang tiap-tiap
baitnya terdiri dari empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh:
Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, Syair Abdul Muluk, dan sebagainya.
d. Suluk, yaitu kitab-kitab yang
membentangkan soal-soal tasawuf. Kitab Suluk merupakan karya sastra tertua
peninggalan kerajaan Islam di nusantara. Contoh: Suluk Wijil, Suluk Malang
Sumirang, Suluk Sukarsa dan sebagainya.
5. Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni
menulis indah dengan merangkaikan huruf-huruf Arab, baik berupa ayat-ayat suci
Al Qur'an ataupun kata-kata mutiara. Seni kaligrafi biasanya dituangkan pada
masjid atau makam. Letak bagian masjid yang mendapat ukir-ukiran umumnya hanya
pada bagian mimbar.
Peninggalan-Peninggalan Sejarah Bercorak Islam
Islam tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Bukti
keberadaan Islam itu dapat dilihat bukan saja dari para pemeluknya yang
memiliki pengikut paling besar di Indonesia.
Bukti historis dan arkeologis juga mendukung
keberadaan Islam di Indonesia.
Bukti historis dan arkeologis dapat dilihat pada
budaya dan tradisi yang telah lama hidup dan berkembang pada masyarakat.
Peninggalan Islam yang dapat kita saksikan hari ini
merupakan perpaduan antara kebudayaan Islam dan kebudayaan setempat.
Hasil-hasil kebudayaan yang bercorak Islam dapat kita temukan antara lain dalam
bentuk bangunan (masjid, makam) dan seni.
a. Peninggalan dalam Bentuk Bangunan
Bangunan yang menjadi ciri khas Islam antara lain
ialah masjid, istana/keraton, dan makam (nisan).
1) Masjid
Masjid merupakan tempat salat umat Islam. Masjid
tersebar di berbagai daerah.
Namun, biasanya masjid didirikan pada tepi barat
alun-alun dekat istana. Alun-alun adalah tempat bertemunya rakyat dan rajanya.
Masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk
Illahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat.
Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam. Namun, yang
merupakan ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia
umumnya atap yang bersusun, makin ke atas makin kecil, dan tingkatan yang
paling atas biasanya berbentuk limas.
Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan
kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun
serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang
terbuka. Dengan demikian, masjid dengan
bentuk seperti ini mendapat pengaruh dari
Hindu-Buddha.
Beberapa di antara masjid-masjid khas Indonesia
memiliki menara, tempat muadzin menyuarakan adzan dan memukul bedug. Contohnya
menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip
dengan bale kul-kul di Pura Taman Ayun. Kul-kul memiliki fungsi yang sama
dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai
berbagai hal berkaitan dengan kegiatan suci atau yang lain dengan dipukulnya
kul-kul dengan irama tertentu.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, dapat
kita lihat antara lain pada beberapa masjid berikut.
(1) Masjid Banten (bangun beratap tumpang)
(2) Masjid Demak (dibangun para wali)
(3) Masjid Kudus (memiliki menara yang bangun dasarnya
serupa meru)
(4) Masjid Keraton Surakarta, Yogyakarta, Cirebon
(beratap tumpang)
(5) Masjid Agung Pondok Tinggi (beratap tumpang)
(6) Masjid tua di Kotawaringin, Kalimantan Tengah
(dibangun ulama penyebar siar pertama di Kalteng)
(7) Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Deli (dibangun zaman
Sultan Iskandar Muda)
2) Makam dan Nisan
Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan
hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama
orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki
nilai budaya tinggi. Makam yang terkenal antara lain makam para anggota
Walisongo dan makam raja-raja.
Pada makam orang-orang penting atau terhormat
didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat
indah dan megah. Misalnya, makam Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan
besar yang lain.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat
kita lihat antara lain pada beberapa makam berikut.
(1) Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid
Azisi, Langkat)
(2) Makam Walisongo
(3) Makam Imogiri (Yogyakarta)
(4) Makam Raja Gowa
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat
kita lihat antara lain pada beberapa nisan berikut.
(1) Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan
bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya
seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah
(1082 M);
(2) Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara)
ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh yang berangka tahun 696 Hijriah (!297
M);
(3) Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan
Hasanuddin;
(4) Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana
Syah; dan
(5) Batu nisan di Troloyo dan Trowulan.
b. Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni
Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk
karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan
seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di
Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati.
Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab
yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul).
Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam
seni tulis ialah kaligrafi.
Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan
huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari
Samudra Pasai.
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para
seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair,
hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.
Syair banyak dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah
Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si
Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir.
Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain
Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair
fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau
dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa
hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat
Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan
Hikayat Jauhar Manikam.
Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran
tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan
Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.
Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur
dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal.
Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah
Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon,
Babad Gianti.
Adapun kitab-kitab peninggalan Islam antara lain Kitab
Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti,
serta Sastra Gending karya Sultan Agung.
oleh Primanta Holand Peranginangin Bangun
oleh Primanta Holand Peranginangin Bangun
Komentar
Posting Komentar